HOME

Home atau rumah adalah tempat awal dimana semua kehidupan seseorang berawal. Dari rumah tempat pelajaran kehidupan pertama didapatkan. Rumah gak harus berbentuk seperti apa yang biasa kita ketahui, tapi bisa berbentuk apa saja. Terdapat perbedaan antara Home dengan House. Kalau menurut pendapat saya, house hanya menggambarkan rumah secara umum, mendeskripsikan rumah sebagai tempat berteduh dan bla-bla. But, home is more than it. Home adalah tempat dimana anda dan juga saya bisa merasa nyaman, merasakan penerimaan yang sesungguhnya dan tempat berpulang (di dunia).

Sepertinya tulisan ini akan sedikit banyak mengarah kepada tulisan yang sentimental atau sedikit mellow, tapi ya sudahlah. We’re just try to discuss about home, right? Sebenarnya saya menulis postingan ini juga dalam rangka HOME SICK. Ya masalah perantauan khususnya mahasiswa seperti saya tidaklah susah ditebak, sederhana dan jelas : Kangen Rumah. Banyak hal yang hanya bisa kita dapatkan ketika kita di rumah dan kita tidak dapatkan ketika kita jauh dari rumah, katakanlah sedang kuliah di luar pulau seperti saya atau para pekerja yang bekerja di luar kampung halaman contoh dekatnya adalah orang tua saya. Kami adalah orang-orang yang merindukan tempat bernama rumah alias HOME. Tadi siang Papa saya mengirim pesan singkat ketika saya sedang silaturahmi ke rumah kakek dan nenek dari Papa yang sudah meninggal. Isi pesan singkat beliau kurang lebih mengatakan bahwa beliau rindu kampung halaman dan ingin pulang tapi belum bisa karena situasi dan kondisi belum mendukung (pekerjaan).

Bagi Papa, sekalipun orang tua sudah tiada, kampung halaman tetaplah sebuah tempat kembali yang ditunggu dan menunggu. Ditunggu oleh Papa untuk didatangi terutama ketika libur tiba dan ditunggu kedatangan Papa oleh para sanak saudara beliau yang beberapa tinggal dekat dengan rumah orang tua mereka. Bagiku, rumah tetaplah rumah. Sekali pun sudah sering berpindah dari kota satu ke kota lain karena mengikuti tugas Papa, rumah adalah rumah. Mau dimana pun, asal ada sebentuk perasaan nyaman dan penerimaan, maka aku sudah tidak terlalu peduli dengan bentuk fisik yang sebenarnya tidak terlalu penting.

Bagi orang Jawa yang masih tahu adat kejawaannya, rumah adalah miniatur alam mikrokosmos. Simbol alam jagat raya yang memancarkan kekuatan supranatural. Membangun rumah ibarat merangkai alam raya ; tempat makhluk melangkah mewujudkan tujuan hidupnya. Hal ini juga baru saya tahu setelah membaca novel karya Tasaro yang berjudul Galaksi Kinanthi. Mungkin ini juga yang menjadi alasan banyak orang yang menginginkan rumah dengan bentuk begini, isi begini, arah begini dan letak begini serta beberapa hal lain tentang rumah.

Rumah adalah tempat penerimaan. Penerimaan sesungguhnya ketika mungkin kondisi paling parahnya adalah seluruh isi dunia menentangmu. Maka rumah punya caranya sendiri untuk menerimamu. Rumah selalu punya caranya sendiri untuk mendidikmu dengan bijaksana ketika di luar sana banyak hal menggoda yang sebenarnya hal tersebut kurang baik. Rumah adalah sebaik-baik tempat berteduh. Berteduh dari segala hal, hujan, panas, badai, angin, juga hujan dari manusia. Rumah punya caranya sendiri untuk mendamaikan hatimu. Rumah punya caranya sendiri untuk membuatmu merasa diterima ketika orang lain menolakmu. Rumah adalah tempat yang hangat, tempat dimana saya selalu ingin pulang dan berada di antara orang-orang yang saya kasihi. Rumah adalah tempat di mana semua pemahaman ditanamkan sejak dini, pembelajaran dilakukan dan kasih sayang disalurkan. Ketika perhatian dan kepercayaan menjadi pondasi utama, maka percayalah rumah adalah tempat yang menyenangkan dan selalu memiliki gravitasi luar biasa bagi siapa saja yang pergi dari rumah tersebut.

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, rumah bisa berbentuk apa saja. Rumah bukan hanya seperti yang kita lihat, tapi juga bisa berarti seseorang, tempat tertentu, waktu tertentu atau mungkin peristiwa tertentu. Seperti dalam lagunya Adhitia Sofyan yang liriknya sebagai berikut :

….still everyday I think about you

I know for a fact that’s not your problem

But if you change your mind

You can find me at the place where the big blue sky collapse

you say people are trying to find their way back home

so I’ll find my way to you…

(Blue Sky Collapse~Adhitia Sofyan)

Dari lirik di atas, bisa disimpulkan rumah menurut seseorang bisa berarti seseorang lainnya yang dapat membuat dia nyaman, orang yang selalu ada dalam pikiran sekalipun orang tersebut tidak memikirkan kita. Sebegitu pentingnya arti sebuah rumah bagi seseorang, maka menurut saya penting pula untung memberikan kenyamanan bagi seseorang yang penting bagi kita. Contoh sederhananya pada orang tua (ini mah wajib) juga saudara (apalagi ini). Karena bila orang lain merasa nyaman, kita juga bisa merasakan nyaman yang mereka rasakan karena kita telah berperan menciptakan atmosfer menyenangkan tersebut. Sederhana tapi terkadang praktiknya cukup sulit. but, if we really want to feel like a home, just do as your best to them and believe they also the important part of our life 😀

Bagi saya, rumah bukan hanya rumah tempet orang tua saya tinggal dan berdiam. Rumah bagi saya juga salah satunya adalah sekolah menengah saya di utara Kalimantan Timur sana. Saya merasakan penerimaan, kehangatan keluarga besar, teman-teman seangkatan, memiliki adik yang banyak (adik kelas), pendidikan yang menyenangkan, tempat begaol (haha) yang kocak dan gokil juga tempat membangun mimpi-mimpi. SMA saya yang terletak jauh dari keramaian adalah tempat dimana saya melarikan banyak masalah, banyak pertanyaan, tempat merenung dan menangis yang baik, tempat merasa lebih dekat dengan-Nya, tempat saya meraih sebagian mimpi-mimpi saya bersama sahabat-sahabat saya. Salah satu rumah terbaik saya, karena saya mewajibkan diri saya mengunjungi SMA ketika sedang pulang ke sana, merasakan kembali masa lalu untuk meningkatkan semangat yang mungkin sedikit meluntur dengan aktivitas kuliah. Dan, untuk mereka yang suka memandangi langit malam, rumah saya yang satu ini adalah salah satu tempat terbaik untuk itu.

Rumah saya yang lain adalah rumah kakek dan nenek dari Bunda. Jadi terasa seperti rumah karena sejak kuliah, ketika tidak bisa pulang ke Kalimantan, maka orang tua pun menyarankan dan memerintahkan saya untuk pulang ke rumah kakek dan nenek di Jawa Tengah. Di rumah ini juga terasa penerimaan dan kehangatan. Selain itu, saya senang berlibur di sini karena bisa mendengat logat Jawa yang ngapak. Hehe. Another of my home is masa TPB dan masa departemen. Saya merasakan penerimaan yang berbeda, tetapi bagi saya penerimaan adalah penerimaan. Ketika orang lain menerimamu apa adanya. Oya, masa TPB juga termasuk di dalamnya ketika Asrama Putri TPB. Banyak kenangan di sana. Sepertinya saya merasa rumah saya banyak. Hehe. Ketika semester 3, saya selalu bilang mau pulang ke rumah dan teman-teman bingung karena sepengetahuan mereka rumah orang tua saya di Kalimantan. Kemudian saya menjelaskan yang saya maksud dengan rumah adalah rumah kontrakan 😀

Life to DO! ^__^

Tinggalkan komentar