Sekarang hari Kamis tanggal dua puluh lima Oktober tahun dua ribu dua belas….sudah sembilan belas tahun hidup di dunia ini. Sudah belasan ribu mungkin jutaan hal terjadi yang teringat tapi tak teringat. Hari ini, senja ada di belakang punggung, berwarna oranye pucat, tertutup awan kelabu. Bahkan sekarang sudah tidak terlihat.
Senja di belakang punggung, warnanya menyiratkan rahasia yang terlihat tapi tak ingin dibagi. Ya, karena yang namanya rahasia memang bukan untuk dibagi dengan sembarang orang di luar sana. Karena tak ada yang tahu diantara kita mungkin adalah corong masjid, yang bisa membangunkan orang tidur nyenyak karena panggilan shalat atau karena ada berita duka. Karena tidak ada yang tahu hingga semuanya terlambat. Tak ada…hanya Dia di sana…
Senja di belakang punggung… seperti keindahan yang terabaikan, seperti kenangan yang tak ingin dilihat lagi. Sengaja. Karena siapa yang tidak ingin melihat warna senja kemerahan di langit sana menanti kepulangan ke rumah di barat, setelah lelah seharian berputar di atas biru tanpa seorang pun sadar, tanpa seorang pun tahu.
Senja di belakang punggung, mungkin seperti mencintai seseorang. Kita cukup tahu dengan hanya diam dan tenang, sambil menikmati hangatnya yang perlahan menghilang di punggung kita. Tidak usah dipandangi terlalu lama. Kadang-kadang sesuatu yang indah, harus dibiarkan tetap indah dengan hanya memandangi dari jauh, hanya dengan menyadari bahwa itu ada. Ooo, mungkin itu keindahan yang tidak tergapai. Semacam cinta yang tidak sampai. Semacam pungguk merindukan bulan. Semacam menggenggam pasir…semacam mewarnai udara. Semacam menggarami lautan *oke, mulai ngaco*
Senja di belakang punggung, adalah keindahan tersendiri yang tidak perlu diucapkan. Karena memang hanya cukup dilihat dari balik layar LCD, seperti yang tengah saya lakukan. Menikmati senja yang perlahan memudar, karena memang langit Bogor mendung (agak). Senja di balik punggung…rasanya terlalu dangkal hanya dengan mengatakan bahwa itu keindahan. Karena pasti ada kaliat lain yang bisa menggambarkan senja di belakang punggung dengan suasana seperti ini. Saya sedang tidak di puncak, atau tempat tinggi di luar Bogor. Hanya di sini, di kampus, di tempat banyak orang membatukan diri mereka dengan tugas, tertawa, ngobrol, diskusi, rapat, bergosip, merenung, bermain musik, bertengkar, berjualan dan semuanya yang bisa dilakukan dengan kepantasan yang ada.
Senja di belakang punggung… bahkan helaan nafas pun tidak bisa menggambarkannya seperti apa. Bahkan tidak bisa mengimajinasikannya seperti apa. Senja di belakang punggung yang terlihat dari layar LCD mungkin seperti hantu di siang bolong. Yang susah payah kita hindari tetap saja terlihat. Kalau tidak mau terlihat jangan mengarahkan LCD ke senja di sana.
Senja di balik punggung, bulat matanya yang benar-benar pucat dan pudar. Seperti anak-anak kecil yang pemalu, bersembunyi di balik ibunya. Maka senja yang merah adalah anak-anak yang dengan lantang menegur orang yang baru saja mereka kenal, yang menyapa dengan begitu ramah dan penuh persahabatan. Yang jujur sekali. Kalau begitu senja di balik punggung tidak jujur dong? Tidak, senja di balik punggung tetap jujur. Jujur yang tersirat. Kejujuran yang dimaknai dengan kedalaman, bukan sekedar memandang atau mendengar. Tapi merasakan.
Senja di balik punggung, seperti derap langkah kaki yang menjauh. Kita tidak pernah tahu siapa orang yang menyeret langkahnya itu, tanpa menengok ke arahnya. Ya, tidak pernah tahu. Senja di balik punggung adalah keistimewaan yang jarang terjadi, menurut saya. Baru kali ini…dari tempat sebaik ini. Dari tempat semenyenangkan ini.
Senja di balik punggung….
Bagi beberapa orang, sepertinya tidak begitu istimewa. Biasa saja. Datar-datar saja, cenderung monoton. Tapi, kalau sekarang anda di sini, berada pada teropong saya, anda bisa melihat bahwa sekarang senja di balik punggung itu memerah dan menunjukkan bentuknya. Ia seperti seorang yang memendam banyak rahasia lama sendirian lalu ditumpahkan. Memang tidak setumpah senja di banyak pantai yang banyak manusia terhampar tanpa busana lengkap. Tidak setumpah itu, tapi cukup bagi saya melihat dari layar LCD bahwa ia indah…karena sekarang ia hilang lagi…
Tidak ada yang terlihat istimewa, semua tampak biasa saja. Maka bagi saya, senja di balik punggung kali ini istimewa. Karena saya menggunakan kacamata saya, bahwa senja di balik punggung yang mungkin terlihat labil (karena tebalnya awan senja sekarang), bisa menarik.
~life to DO!!!!