Evolusi

Evolusi adalah perubahan dalam jangka panjang. Hal ini juga berlaku pada manusia, seperti kita (emang bukan manusia?). Dari yang awalnya gak bisa ngapa-ngapain, bisa merangkak, dari merangkak bisa berjalan. Dari berjalan bisa berlari. Dari berlari bisa apa lagi? Nyuri mungkin, nyolong, atau ngerampok?? #plak

Dari jaman kecil, banyak sekali hal yang menarik. Terutama yang berhubungan dengan teknologi. Salah satunya alat komunikasi. Jadi inget jaman SMP, sering iseng nelponin temen pake telepon rumah yang pake kabel. Lama-lama dilungsurin handphone sama Ayah. Handphone satu berganti dengan handphone lain. Dari yang awalnya dapat lungsuran, lama-lama karena efek nabung bisa beli sendiri (alhamdulillah).

Yang awalnya, phonebook Cuma ayah, bunda sama temen-temen deket sekarang banyak banget. Bahkan hampir dua ribuan *mungkin*. Yang dulunya handphone bisa ditinggal dengan NYAMAN di rumah, sekarang menjadi tidak NYAMAN kalau inget handphone ketinggalan di kosan atau rumah. Bahkan sampe bela-belain pulang DEMI ambil handphone. Ya, karena hampir tiap detiknya kita tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain. Sampai-sampai kita lupa bahwa orang-orang di sekitar kita juga butuh diperhatikan. Dan malah komunikasi dengan mereka yang seharusnya dijaga dengan baik.

Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Mungkin itu kalimat yang paling sesuai dengan keadaan sekarang. Saya juga termasuk yang merasakan. Entah salah siapa….(kenapa malah cari kambing hitam? Kalau banyak kambing putih gimana dog? *efek idul adha*)

Mungkin karena makhluk hidup punya feeling untuk melindungi diri sendiri. Mawar dengan durinya, ular dengan bisanya, cicak dengan mimikrinya (dari sebuah tumblr)

Evolusi dan evolusi…sampai sekarang pun juga terjadi. Sampai kapan? Entahlah… Nikmati aja, jalani, jangan mengeluh. Bayangin kalau sekali mengeluh bisa menghabiskan waktu sebanyak 10 detik dan sehari bisa mengeluh sebanyak 10 kali. Berarti sehari bisa menghabiskan waktu 100 detik. Kalau setahun ada 36500 detik yang setara dengan 10 jam lebih. Waktu sebanyak 10 jam bisa dipake buat baca bukunya Emha Ainun Nadjib, bisa dipake buat leyeh~leyeh atau motret (Oke ini OOT).

Tetap semangat! tetap berjuang,. Jaga Hati, buka pikiran (33 pesan nabi bangeet :3)

~life to DO!!!!

“Kalau sudah dijodohkan, ya cintai saja…”

Judul postingan di atas mungkin agak berbau pernikahan atau bagaimana. Eits, tunggu dulu. Jangan salah paham. Hehe. Judul ini dikutip dari kalimat dosen saya ketika sedang menerangkan mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro, kamis kemarin. Hanya ingin berbagi, semoga bermanfaat ya!? 🙂

Pernah mendapatkan apa yang tidak kita inginkan? Pernah berjalan di jalan yang sebenarnya tidak ingin kita lewati? Pernah makan sesuatu yang sedang tidak ingin kita makan? *lagi-lagi dan lagi-lagi*

Cintailah. Sederhana bukan?! Cintai saja apa yang sudah kita dapatkan.

“…Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah: 216).

Ya, hanya sesederhana itu saja. Hanya sesimpel itu. Jalani dan nikmati saja.

Bicara memang mudah, aplikasi selalu penuh tantangan. Selalu ada halangan untuk menjalankan apa yang sudah diniatkan dalam hati. Seringnya demikian (curhat nih ye :p)

Saya juga demikian kok (cerita hal yang sama dengan postingan sebelumnya). Saya berada di jurusan yang tidak saya cita-citakan saat SMA. Setahun lebih saya bertahan dan hampir ambruk. Setelah lelah bertanya, saya move on. Move on dari keadaan putus asa atas apa yang saya hadapi. Atas cinta saya yang ditolak (ditolak jurusan yang saya impikan). Bahkan sekarang, saat melihat kakak kelas dari jurusan tersebut dengan segala kegiatannya, ada yang muncul dari hati saya. Sesuatu yang saya usahakan untuk disimpan dalam kotak kenangan dan tidak saya buka-buka lagi. Sesekali memang pernah saya buka, hanya untuk menguatkan orang yang sekarang sedang menggantikan posisi saya, berada pada jalan yang pernah saya lewati.

Kemarin, saat dosen AZG Mikro saya berkata “Kalau sudah dijodohkan, ya cintai saja…” saya dan sahabat saya saling bertatapan. Tapi mungkin, ia mengartikan dengan curhatan saya yang lain (kapan-kapan saya jelaskan :p). Beliau berkata demikian agar kami lebih mencintai jurusan kami. Bahwa banyak orang yang membutuhkan tenaga dan kontribusi kami, bukan sekedar melewati ini dengan nilai dan ujian, ujian dan nilai. Tidak demikian. Bahwa masih banyak penelitian di bidang gizi yang dibutuhkan untuk bla-bla-bla. Ya, saya tahu. Saya bahkan hafal, karena itu semua adalah alasan yang saya utarakan kepada diri saya untuk mencintai jalan ini.

Dan saya yakin, saya bisa mencintai jalan ini. Jalan yang awalnya abu-abu dan banyak kabutnya. Jalan yang sepertinya berwarna tidak menarik, yang sepertinya banyak sekali kerikil dan debunya. Yang mungkin di depan sana akan banyak laba-laba, kalajengking, kucing dan kerbau (oke, ini lebay). Saya sudah niatkan jalan saya, sudah saya susun sedemikian rupa. Semoga ke depannya jalan ini memang jalan yang bisa membangkitkan passion saya sesungguhnya. I’m trying it now, still 🙂

Dan seperti orang yang mencintai, saya akan kepo lebih banyak (hahaha. yang ini saya jagonya *bangga*). Saya akan bangga mencintai jalan ini, akan memberi lebih banyak, karena :

“Cinta itu memberi, bukan menerima. Apalagi meminta…” (dikutip dari Antologi Ketika Penulis Jatuh Cinta).

Saya akan mencintai jalan ini dengan sederhana, dalam diam. Saya akan berusaha menikmati setiap detik bersamanya. Berjalan di sekitarnya, memikirkannya dalam diam. Merangkai cita-cita dengannya,  berjuang agar memiliki masa depan bersamanya #Eaaaa

*Sudah dulu menye~menyenya. Semoga selalu dalam pusaran cinta-Nya (amin)*

~Life To DO!!!

Kesejenakkan (part awal)

Hujan terdengar indah ya sore ini

Ah, hujan itu selalu terdengar indah. Mungkin tidak juga, tapi kali ini rasanya berbeda. Hujan kali ini benar-benar bisa jadi pendengar saya yang baik. Di saat kesejenakkan memang saya butuhkan, semacam pelarian mungkin. Haha….

Tidak ada yang benar-benar mengerti makna sejenakkan jika mereka tidak mengalami apa yang namanya runtutan. Mungkin saya sok tau. Anggap saja demikian.

Terbiasa kabur dari satu agenda demi datang ke agenda lain, bukan hal baru akhir-akhir ini. Sering datang terlambat dan tetap panik, itu masih saya. Dan melihat dari kejauhan dalam diam dan penuh perenungan, itu juga masih saya *curcol*

Kadang, harta yang paling sering kita lupakan adalah waktu untuk sendiri itu. Waktu untuk mengevaluasi banyak hal. Akhir-akhir ini saya banyak mengevaluasi diri sendiri. Yah, masih banyak sekali kesalahan yang dibuat disana-sini. Masih banyak kericuhan yang saya timbulkan. Masih banyak sekali PR yang harus dibenahi. Entah sampai kapan…

saya bingung harus memulai dari mana, dari siapa dan kenapa. Mungkin ini efek samping dari jarang menulis. Akhir-akhir ini memang tidak menyempatkan waktu untuk menulis, kecuali menulis di kelas :p

Saya menjalani sesuatu yang saya anggap benar (ini pendapat orang dengan golongan darah B). Paling tidak itu yang menjadi landasan saya ketika menjalani sesuatu, apa pun itu. Dan, sekarang saya bingung harus bagaimana lagi melanjutkan apa yang sudah saya mulai karena saya mulai tertarik dengan hal baru, di luar jalan ini (Ini juga salah satu sifat orang dengan golongan darah B kata sebuah buku). Ya, saya jadi galau, kata vocab anak jaman sekarang. Saya ingin hal baru itu. Anggap saja sekarang saya sedang membaca buku A, namun, saya tiba-tiba ingin baca buku B yang saya sadari dengan sepenuh hati bahwa saya tidak sanggup menyelesaikan buku itu. Membacanya pun mungkin tidak akan mengerti, bagaimana pula saya bisa mengambil manfaat dan berbagi manfaat itu ke banyak orang di luar sana.

Banyak orang yang menyarankan untuk mencoba membaca buku B tersebut dan ada juga yang tetap menasehati agar tetap membaca buku A. Saya bingung. Karena peminat buku B itu sedikit sekali, sementara buku A yang sedang saya baca ini anggap saja Best Seller Internasional. Mungkin ada yang mengatakan bahwa buku B ini kasihan sekali. Walau belum pernah membaca keseluruhan buku B, saya pernah membaca sinopsisnya dan jujur tertarik. Saya juga pernah membuka buku yang sudah terbuka dan melirik sekilas isinya.

Orang yang tidak tahu sinopsisnya mungkin akan mengatakan bahwa buku B itu tidak semenarik buku A. Tapi, kalau saja mereka tahu esensi sesungguhnya dari buku B, kenyataan tentang buku B, mungkin mereka akan mencoba membacanya dengan terlebih dahulu meminjam kepada teman. Dan kalau yang sudah tertarik sekali akan langsung ke toko buku dan membelinya.

saya tahu, uang saya tidak cukup untuk membeli buku A dan B sekaligus. Dan memang kenyataannya tidak boleh membeli dua buku sekaligus, kata penjualnya. Saya tahu, saya sadar apa yang saya lakukan sekarang. Saya sedang berusaha memprovokasi orang agar membeli buku A dan membacanya dengan khidmat tetapi saya malah menginginkan buku B. Keinginan buku B ini, saya pendam dalam diam, rapat-rapat. Hanya kepada beberapa orang saya bagi dan saya tanyakan pendapat mereka tentang hal tersebut. Sialnya, beberapa orang yang saya tidak ingin mereka tahu malah tahu tentang keinginan saya dan memprovokasi saya untuk membeli buku B. saya masih ingin merenung di sini, di mana hanya ada saya dan jalanan yang basah karena hujan… Tetapi amanah untuk membaca buku A sedang berjalan…

~Life to DO!