Amateur Photograph (part III)

Alhamdulillah bisa ngepost untuk fotografi part III. Sebenarnya postingan ini sedikit memaksa, mengingat apa yang telah terjadi pada saya sebelum liburan. Yah, tragedi laptop kesayangan saya karena hadiah dari Papa hampir 3 tahun lalu harus bed rest (apa dah). Dan yang menjadi tragedi adalah di laptop itu banyak file penting dan juga foto-foto amatiran saya tentunya. Anyway, postingan ini saya usahakan dengan mengumpulkan foto-foto dari upload-an facebook. Ehehe. Ada untungnya juga sempat menarsiskan diri mengupload beberapa hasil karya saya yang amatir πŸ˜€ But enjoy it!

Ini adalah hasil jepretan saya tahun…. Saya lupa tahun berapa jelasnya. Seingat saya, saya memotret matahari terbit ini ketika masih duduk di bangku SMA. This is a view in a river at Berau, Kalimantan Timur. Tempat pastinya ada di sekitar lingkungan kantor pemerintahan Kabupaten Berau. Saya tertarik untuk memotretnya karena entah kenapa melihat pemandangan ini… saya speechless. Berlebihan mungkin bagi orang lain. Tapi bila saya saat itu memiliki kamera yang lebih baik sehingga bisa mengambil gambar dengan lebih baik akan terlihat bahwa di tengah sungai ada seorang sedang mendayung perahunya. Seperti yang sudah pernah saya tulis dalam postingan sebelumnya, memotret bisa mengabadikan dan seolah membekukan waktu. Maka anggap saja saya sedang membekukan waktu yang lampau itu dan berusaha agar orang lain pun bisa melihatnya, melihat bahwa cahaya matahari terbit dari sela-sela awan itu begitu, Subhanallah!

Waktu SMP saya sangat menyukai langit siang yang berwarna biru muda atau biru agak tua. Sedangkan SMA saya menyukai langit malam dengan segala aksesoris malamnya, bulan sabit, planet, bintang-bintang juga rasi yang cukup saya hafal (beberapa). Foto disamping kiri ini saya ambil karena (anggap saja) saya merindukan menatap langit biru muda siang hari. Lalu, foto di sebelah kanan itu salah satu foto yang diambil ketika liburan ke tempat orang tua di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Seorang junior ketika saya mengikuti pelatihan di Bandung beberapa tahun lalu berkata bahwa dia senang dengan gambar ini, dan karena saya juga sedang merindukan tempat ini maka biarkan saya sedikit bernostalgia πŸ˜€

Foto ini saya ambil ketika sedang bertanding untuk sekolah di Samarinda. Sebenarnya ini adalah salah satu tugas Kesenian kelompok saya. Karena waktu itu kami menyempatkan diri datang ke sebuah toko oleh-oleh yang khas Kalimantan Timur, lengkap dengan aneka panganan khas Kaltim, baju Dayak, aksesoris Dayak dan lain-lain, maka kami merasa beruntung. Seperti pepatah lama, sambil menyelam minum air. Kami mendapat oleh-oleh juga bisa menyelesaikan tugas Kesenian fotografi tentang kesenian Kalimantan Timur. Foto ini adalag foto penari Dayak. Di tangannya memegang bulu burung Enggang dan memakai baju adat Dayak yang dihiasi dari manik-manik.

Foto di sebelah kanan adalah salah satu sisi dari kampus tercinta saya πŸ˜€ Bangunan di IPB memang khas dengan bentuk segitiganya sehingga nodenya berbentuk segi enam. Ini adalah salah satu node yang berbentuk segi enam itu. Kebanyakan bangunan di kampus ini terdiri atas beberapa lantai dalam satu wingnya, sehingga bisa dilihat akan ada tangga dan tangga tersebut biasa terletak di node dari suatu wing. saya tertarik memotretnya karena merasa unik dengan node tersebut. Mungkin bagi banyak mahasiswa IPB, hal ini adalah hal biasa. Tapi saya memikirkan, berapa banyak mahasiswa yang melewati tangga tersebut untuk dapat sampai di ruang kuliah dan bagaimana bila tidak ada tangga tersebut πŸ™‚

Menjadi fotografer amatir adalah hal yang menyenangkan karena dengan label amatiran tersebut, saya merasa tidak memiliki beban sama sekali apabila memotret dengan abal-abalan atau hasilnya tidak bagus. Tetapi komentar yang membangun tentu selalu memberikan motivasi tersendiri bagi diri saya untuk dapat memotret dengan lebih baik lagi dan dapat jeli melihat perspektif lain dari hal yang biasa. Karena memotret adalah kebutuhan πŸ˜€

Life To Do! Keep capture the light ^__^

Move On!

Setelah liburan berlalu dan setelah pulang dari suatu tempat, maka yang dapat saya rasakan adalah terbayang-bayang tempat yang sebelumnya menjadi tempat liburan saya. Kemarin saya baru berlibur dari tempat nenek, maka untuk beberapa hari kedepan dapat dipastikan saya akan terbayang-bayang kegiatan apa yang biasa saya lakukan ketika di rumah nenek, jam segini biasanya kakek lagi ke pabrik, jam segini biasanya nenek nyuruh saya makan dan lain-lain dan sebagainya. Untuk beberapa waktu tersebut, hal ini bisa sangat menyiksa dan membuat godaan besar, untuk pulang lagi tentunya. Terlebih sekarang. Saya terlalu rajin untuk pulang beberapa hari sebelum masa liburan berakhir dan semester genap dimulai. But, saya pulang dengan alasan tentunya.

Hari pertama ketika tiba di perantauan setelah pulang dari berlibur adalah hari dimana keadaan benar-benar memaksa untuk adaptasi banyak hal. Contohnya, kemarin saya berlibur di Kebumen yang cuacanya agak panas, kadang hujan tapi jelas tidak sesering di Bogor. Kedua, ketika di Kebumen, segala hal terjamin, seperti kalau mau makan tinggal buka tudung saji yang insyaAllah ada makanan. Kalau mau pergi ke suatu tempat tinggal minta izin lalu cari kunci motor. But, ketika kembali ke kehidupan nyata khas mahasiswa, seperti tadi pagi, saya merasakan perbedaan yang jelas-jelas kontras. Ketika lapar, harus berjalan keluar rumah kontrakan dulu untuk membeli makan di warung makan tentunya. Ketika ingin pergi ke suatu tempat, kendaraan yang bisa diandalkan adalah angkot.

Ketika liburan datang, kebahagiaan akan berkumpul dengan keluarga juga datang. Namun, ketika liburan usai, maka timbul keinginan agar liburan lebih lama. Di satu sisi memang susah untuk beradaptasi dalam keadaan seperti ini. Tetapi semakin dirasakan, rasanya akan semakin menyiksa. Mengingat orang-orang yang saat liburan kita kunjungi, mengingat-ingat aktivitas yang biasa dilakukan benar-benar membuat saya menghela nafas karena masih ingin berkumpul dengan mereka lebih lama. Kalau sudah begini, maka saya memilih mencari pelampiasan yang lain agar tidak terlalu teringat dengan mereka. Biasanya, saya akan menyibukan diri dengan memikirkan jadwal kuliah yang bentrok (curhat), menulis blog (dalam rangka curhat), mengunjungi teman (karena kesepian), baca buku dan lain-lain. ini adalah salah satu cara saya untuk bisa move on dari keadaan merindukan mereka. Tentu hal ini membutuhkan energi yang lebih besar untuk bisa menormalkan kembali mode otak saya menjadi mode kuliah dan aktif mengerjakan berbagai tugas. Seperti katanya Raditya Dika dalam novel Manusia Setengah Salmon-nya, ketika berpindah ke hal baru, kita cenderung membandingkan hal yang baru tersebut dengan hal yang lama. Maka itulah yang kadang sering saya alami seperti tulisan di atas.

Move on benar-benar merupakan salah satu cara untuk mendewasakan saya perlahan. Membuat saya mengerti dan paham bahwa we have to be adaptable to another condition as soon as possible. Waktu yang kita punya di dunia ini tidaklah lama, maka tidak baik berlama-lama berdiam pada posisi lama apabila hal tersebut tidaklah baik. Move on yang sebenar-benarnya adalah proses adaptasi itu sendiri. Proses berpindah yang bisa memberikan pelakunya pengalaman berharga dan membuatnya menjadi lebih dewasa dalam berpikir. Itulah yang sering saya rasakan. Bahwa perasaan menyiksa karena merindukan orang-orang yang saya temui saat liburan tidaklah lama. Perasaan itu akan pelan-pelan memudar lalu hilang seiring berjalannya waktu, seiring aktivitas kuliah saya yang padat, tugas-tugas kuliah yang menumpuk minta diselesaikan, tugas dan amanah lain juga tuntutan untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain. Yang saya yakini proses move on itu apabila digambarkan dalam kurva, berada pada posisi terbawah sebelum naik perlahan-lahan. Seperti kata Anas Urbaningrum, ketika diwawancarai salah satu stasiun televise swasta, β€œKetika berada di atas ada kemungkinan untuk turun dan ketika berada di bawah memiliki peluang untuk naik”, begitu juga yang bisa dianalogikan dalam fase liburan saya. Ketika liburan tiba, fasenya berada di atas. Lalu ketika liburan selesai, fasenya berada di bawah. Dan masa adaptasi atau move on ini terletak di fase bawah itu. Lalu fase bawah ini perlahan akan naik seiring banyaknya waktu yang terlewati hingga masa fase puncak yaitu ketika liburan tiba. Saya merasa, selama saya masih menjabat sebagai orang yang diberi jatah liburan, maka saya akan terus merasakan fase-fase tersebut. Nikmati saja semuanya perlahan-lahan dan ingat ini adalah bagian dari proses yang memang harus dijalani untuk jadi lebih baik, insyaAllah.

Life To Do! πŸ˜€