Harapan

Kata yang dieja dengan 3 suku kata, ha-, -ra dan -pan. Rasanya hati bahagia mendengarnya. Untuk orang-orang yang hidup dalam pesimisme, tiga suku kata tadi bermakna ganda bagi mereka. Makna pertama adalah cahaya yang dalam di gelapnya hari dan makna kedua adalah bukan harapan. Untuk orang yang pesimisme, (mungkin) harapan adalah sama menakutkannya seperti dijatuhkan dari lantai gedung paling tinggi. Sama-sama berisiko untuk mereka. Bagi orang normal, punya harapan adalah salah satu motivasi mereka untuk bangkit. Motivasi bagi mereka untuk terus berubah, bergerak, move on.

Aku, jika harus menjelaskannya secara orally kepadamu, bagaimanalah. Aku bingung harus mengeja dengan huruf apa dan harus mengatakannya dengan cara yang bagaimana. Kamu punya harapan. Harapan yang kamu simpan jauh-jauh, rapat-rapat. Walau pun kamu tidak pernah mengatakannya, diammu seolah bercerita seribu kali lebih banyak dan lebih nyaring daripada bahasa apa pun. Aku tahu. Karena selama ini akulah yang selalu bersama denganmu. Kalau malam menyapa atau siang datang dan pergi. Saat hujan gerimis yang aku dan kamu sukai, saat panas yang menyengat, saat kota kita mendung dan hanya angin dingin yang berhembus, saat kebersamaan adalah harapan yang banyak kamu doakan dalam diam, dalam setiap sujud. Hanya harapan yang sederhana. Aku tau, kamu tidak mampu untuk berharap lebih dari ini. Karena kamu tahu rasanya berharap lalu kecewa.

Harapan. Ya, aku juga punya. Tentang kamu. Tentang dia. Tentang kita.

Harapan. Itu adalah sesuatu yang dieja orang yang mau loncat dari pesawat, bahwa dia akan selamat dengan menggunakan alat bantu. Harapan. Adalah sesuatu yang dieja ibu yang melahirkan, agar buah cintanya tumbuh selamat dan sehat. Harapan, adalah sesuatu yang dikatakan guru kepada muridnya, dosen kepada mahasiswanya. Harapan, adalah sesuatu yang dikerjakan mahasiswa tentang tugas akhirnya. Segala usahanya adalah harapan dan harapan serta harapan. Harapan sebagai sumbangan untuk memajukan bangsa, sebagai master piece dalam hidup yang empat tahun penuh lika-liku ini.

Harapan, adalah doa yang dipanjatkan seseorang kepada orang lainnya, agar orang lain itu bisa menjadi “bukan orang lain” atau setidaknya agar orang lain itu selalu sehat, penuh dengan kebahagiaan, dimudahkan hidupnya dan selalu bisa dekat dengan Tuhannya. Harapan, adalah hal sederhana sekaligus hal tersulit yang berusaha dieja seorang pecinta itu. Harapan adalah antara iya dan tidak, antara sakit dan terus berprasangka baik pada takdir Tuhan, bahwa hanya doa yang bisa mengubah takdir.

Aku tidak tahu banyak tentang harapan. Aku hanya tahu rasanya berharap, berharap punya nilai baik, berharap kehidupan esok lebih baik lagi dan lagi. Berharap di sisa umur bisa banyak berharap untuk Indonesia. bukan hanya sekadar harapan atau sekedar harapan, tetapi harapan yang benar-benar harapan. Bukan selemah-lemahnya iman, bukan. Tapi sekuat-kuatnya kekuatan. Dengan tangan dan kaki yang masih bisa berlari, dengan mata yang masih bisa melihat, mulut yang masih bisa berbicara, telinga yang bisa banyak merasakan dan hati yang selalu akan berdoa dan tidak berhenti merasa (terinspirasi dari novel 5cm).

~Kota hujan yang sedang musim hujan, 07:04~

Hati : Hidup dan Kerja

“Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau kerja sekedar bekerja, kera juga bekerja” (Buya Hamka)

Waktu menemukan kutipan ini, rasanya dijleb-jlebbin. Ya, apa yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sampai-sampai Allah saja memerintahkan setan untuk menghormati Adam? mau tidak mau pertanyaan itu muncul di kepala saya. Ya, Apa sesuatu itu? Lalu ingat dengan pernyataan di kitab sejuta umat, bahwa manusia itu diciptakan sebagai pemimpin di bumi ini. Kalau kata komkel, born to be leader. Pada dasarnya semua orang adalah pemimpin, kan?

Lalu apa yang membedakannya? (balik ke topik awal). Semua orang punya jawaban masing-masing, tapi pasti ada titik atau jawaban yang saling bersinggungan seperti diagram venn. Pasti ada, dan menurut saya salah satu jawabannya adalah karena manusia diberi akal pikiran dan juga hati. Kombinasi dari semua itu melahirkan sesuatu yang tidak ddimiliki oleh babi yang tinggal di hutan yang sama-sama HIDUP. Kombinasi itu yang tidak dimiliki oleh kera yang sama-sama BEKERJA.

Ketika bicara tentang kondisi ideal (jadi ingat fisika, hukum gas ideal), seharusnya dengan apa yang dimiliki manusia, korupsi-kolusi-nepotisme tidak akan sebanyak saat ini. seharusnya, yang namanya genosida dan perang saudara gak pernah muncul di surat kabar mana pun. Artis atau siapa pun itu yang digosipkan secara berlebihan dan keburukkan akibat ulah manusia tidak akan pernah mampir di telinga manusia itu sendiri. Sekali lagi, kita bicara soal kondisi ideal, seideal-idealnya skor PPH yang menurut Milenium Development Goals (MDGs) tahun 2020 skornya harus 100.

Kalau hidup cuma sekedar hidup, maka mungkin jadinya banyak ketidakpedulian bertebaran di mana-mana. Seolah bisa mencium aroma individualisme di udara setiap pagi yang harusnya beraromakan kesegaran dari embun. Bahkan mungkin juga tidak berbentuk embun lagi, karena hidrogen dan oksigen sudah tidak lagi terikat dalam satu ikatan bernama H20 dalam wujud cair. Kalau hidup Cuma sekedar hidup, maka mungkin makin banyak anak-anak yang melaporkan orang tuanya kepada pihak berwajib karena dituduh mencuri padi di ladang yang dulunya milik orang tua tersebut. Yang sudah diwariskan seiring berjalannya waktu.

Kalau hidup cuma sekedar hidup, maka mungkin pelangi tidak lagi terlihat indah. Karena ketujuh warnanya akan tergantikan dengan warna lain bernama kemewahan. Kalau hidup cuma sekedar hidup, maka nikmatnya menolong dan membuat senyuman diwajah orang lain mungkin akan tergantikan dengan kesenangan lain yang entah bisa bernama apa saja, tergantung selera orang. Kalau hidup hanya sekedar hidup, yang mana kita hanya akan memikirkan mengenai kebaikan diri kita sendiri tanpa memperhitungkan bahwa apa pun yang kita lakukan akan selalu berkaitan dengan orang lain, maka mungkin di situlah tidak ada bedanya dengan yang tinggal di hutan. Kalau bekerja hanya sekedar bekerja, maka apa bedanya dengan kera yang sama-sama bekerja, mengumpulkan buah-buahan dari satu dahan ke dahan lainnya atau berpindah-pindah untuk mengumpulkan sumber energi bagi keluarganya.

Kalau hidup tidak ingin sekedar hidup dan bekerja tidak sekedar bekerja, maka mungkin unsur yang tidak pernah boleh dilupakan adalah unsur hati. Tempat di mana segala hal berpulang dan berasal, tempat dimana kebaikan berasal. Hati yang benar-benar hati. Bukan yang hati-hati-an atau kw atau malah palsu. Hati sebenar-benarnya hati. Karena hati yang sesungguhnya tahu apa yang menjadikan hidup tidak sekedar hidup dan bekerja tidak sekedar bekerja.

~kota hujan, senja hari~