Dewasalah!

Dewasalah, hei nak! Kamu sudah bukan anak-anak umur 5 tahun yang masih nangis cengeng kala jatuh dari sepeda. Kamu bukan anak-anak kelas 6 SD yang nangis lalu digendong paman kamu karena jatuh. Kamu bukan mereka yang mudah patah dan kecewa. Kamu berhati kuat dan lapang. Orang yang tidak akan mudah kecewa hanya karena masalah 3 nomor yang lupa dikoordinasikan, kamu tidak akan mudah kecewa hanya karena masalah-masalah sederhana. Dewasalah!

Hei, nak. Mungkin hati kamu harus lebih dilapangkan dengan menuruti nasehat ibu kamu, sehingga masalah sepele dan remah-remah macam begini tidak akan merusak mood kamu sehingga mengorbankan orang lain yang harus menikmat wajah “tidak menyenagkan kamu”. Sudahlah. Tidak ada habisnya hari ketika kamu mendaftar segala rasa kecewa dan kesal karena kamu diabaikan dan dikesampingkan. Sudahlah. Masalah tidak serumititu. Sudahlah. Berdamailah. Kalau kamu merasa lebih lega dengan menangis, menangislah. Kalau kamu merasa lebih lega dengan menulis, menulislah, sebanyak apa pun itu. Berdamailah dengan hatimu sendiri.

Aku bilang apa, kamu tumbuh dibesarkan dalam lingkungan yang keras dan tegas untuk menopang sikap tidak mudah kecewa, tidak mudah goyah, tidak mudah lemah. Lingkungan keras yang tidak membiarkan kata-kata serapahan keluar, karena kamu tahu apa pun yang keluar akan ditanyakan nantinya. Lingkungan tegas yang selalu memerintahkan kamu sarapan tepat waktu, mengatur segalanya tepat waktu, mengerjakan segalanya tepat waktu, walau kesininya kamu banyak sekali melanggar. Lingkungan yang seperti itu pula yang membuat kamu tidak mudah lemah hanya karena beberapa hal remah-remah roti. Sudahlah. Aku bilang kamu pasti bisa menjadi anak yang tangguh seperti biasa, kamu itu kuat kok! Percayalah!

Walau mungkin selalu ada saat-saat lemah dimana kamu hanya ingin pulang ke pelukan Bunda, pulang ke rumah. Selalu ada saat dimana kamu lemah dan terlemahkan. Hingga hanya heningnya senja di ufuk barat yang bisa menghibur kamu. Hingga kadang tangisan yang menjadi teman kamu untuk sesaat atau bunyi keyboard yang meneani kamu melalui sesi stress management. Hei, kamu itu manusia kok. Bukan robot yang selalu harus kerja 12 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan. Jangan salahkan diri kamu, yang kamu perlukan adalah kekuatan yang akan menopang kamu. Kamu tahu itu apa, tapi sekarang kamu mengabaikannya. Kamu tahu letak kesalahan kamu. Kamu harus belajar dan memperbaiki. Untuk itu manusia hidup. Untuk belajar menjadi lebih baik.

Kata seseorang, lepaskan apa pun yang menjadi beban kamu di perjalanan. Kalau kamu mau mendaki gunung dan kamu tidak butuh membawa buku, tinggalkanlah buku itu. Kalau buku itu membebanimu, lepaskanlah ia. Tinggalkan ia di mana ia seharusnya berada. Jangan memaksakan apa-apa yang tidak bisa dipaksakan. Sekuat apa pun pundak kamu, pada akhirnya kamu akan menyerah membawanya. Mau sekeras kepala apa pun kamu berusaha membawanya, kamu memang tidak ditakdirkan membawanya. Sudahlah…menyerahlah. Kadang-kadang ada banyak hal di dunia ini yang harus kita leapskan, seperti menghela napas, Selalu ada keikhlasan di dalam sana. Bayangkan kalau kamu saja tidak mengikhlaskan karbon dioksida yangharusnya kamu lepas, bagaimanalah nasib paru-paru kamu. Buku itu mungkin salah satu hal yang harusnya kamu ikhlaskan dengan lapang dada, sejak lama. Kamu mungkin akan emndapatkan gantinya, yang lebih baik, yang lebih sesuai dengan beban kamu. Percayalah! Lepaskan ia seperti menghela napas. Dewasalah

Hei, akhirnya kamu tiba di masa-masa memikirkan dan bertanya tentang masa depan. Mungkin itu salah satu indikator kedewasaan. Mungin nanti aku akan berhenti berkata “Dewasalah” karena kamu sudah dewasa. Dewasa dengan apa pun yang menjadi tanggung jawab kamu, apa pun yang menjadi hak kamu. Kamu akhirnya merasakan dan bertanya juga, setelah dari sini akan kemana, akan bagaimana, akan bertemu dengan orang-orang seperti apa, bersiap dengan adaptasi yang harus dikerjakan.

Tentang Waktu

When another people confused with their spare time, we didn’t feel the same.
When our colleagues confused with their research and trying to run with their plan, we didn’t.

Bukannya apa, itu kenyataan yang sedang di hadapi. Kalau di dunia ini ada istilah transfer, dimana bahkan darah bisa diberikan kepada orang lain dan banyak orang dengan kelebihan lemak tubuh selalu berharap bahwa lemak mereka bisa ditransfer kepada orang lain yang ingin gemuk, maka saya berharap ada sedikit orang yang mau transfer waktu luang mereka kepada beberapa orang. Yeah, I don’t have a plan to explain who’s that people. But, I just wish. Only if that could happen.

Spare time yang orang lain sia-siakan, spare time yang dipakai untuk hal-hal gak penting, kita seringnya menyesal di akhir tentang pilihan kita untuk melakukannya. Sementara banyak orang lain yang kebingungan dengan padatnya jadwal mereka. Dengan padatnya rutinitas mereka, lebih banyak mengurus orang lain dibanding diri sendiri. Lebih banyak memikirkan orang lain dibanding diri sendiri, bahkan mengorbankan waktu pribadi dan menunda kepentingan pribadi yang mana itu adalah hak orang kebanyakan demi kepentingan orang lain. Itu bukan saya.

Ketika anda adalah bagian dari orang-orang yang saya sebutkan di atas, maka anda pasti akan sangat belajar bagaimana menghargai waktu. Seringnya dengan banyaknya rencana dan kewajiban dalam sehari, namun apa daya waktu tidak sempat. Seringnya dengan banyaknya hal yang harus diselesaikan hingga mengorbankan waktu istirahat, padahal tubuh manusia jelas-jelas punya hak untuk diam sejenak. Tubuh manusia punya hak untuk tenang dan tidak melulu dipaksakan.

Ketika akhirnya sakit menyerang, mungkin itu rencana Sang Sutradara untuk memberikan waktu untuk semua hal. Tubuh, pikiran, hak dan kewajiban. Ketika sakit datang dan tidak ada lagi pilihan kecuali istirahat, mungkin itu saatnya berhenti sejenak. Mungkin kita akan tertinggal banyak hal kemudian kelabakan dengan semua PR yang datang. Menurut saya, manusia itu macam planet di tata surya, punya orbitnya masing-masing dan punya kala rotasi serta kala revolusinya masing-masing. Tiap orang punya jalannya masing-masing. Makanya sulit untuk transfer waktu luang, even I really wanna make that idea comes true.

Kata orang time is money. Ya, time is really money ketika kamu sadar bahwa buku yang kamu pinjam dari perpus sudah melewati masa expired datenya and you have to take the responsibility with pay the fine. Waktu adalah uang dan kamu akan menyesal sudah melewatkan waktu expired date itu dan harus bayar denda sekian banyak rupiah dan berakhir dengan kekecewaan beberapa pihak. Ya, waktu adalah uang. Uang yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan bijaksana untuk kepentingan lain. Bukan, bukannya mengeluh dengan yang sudah terjadi, tetapi ini menjadi catatan bagi diri sendiri untuk lebih bijak dan lebih detail mengenai diri sendiri. Tidak lantas terlalu cuek dan melupakan kewajiban sederhana seperti mengembalikan buku tepat waktu.

Tentang waktu, waktu senja yang hanya beberapa menit. Ketika oranye menjalar di langit barat hingga mencapai timur jauh. Begitu juga orang-orang yang merindu, orang tua yang merindukan anaknya yang sudah 2 tahun tidak pulang (maaf, curhat), waktu berjalan begitu lambat ya? Waktu ibu menantikan kelahiran anaknya. Benar, waktu itu relatif. Untuk si ibu, waktu kontraksi satu jam itu seperti satu abad dengan segala kesakitan yang dirasakan, dan buat si anak yang menanti dunia baru, satu jam itu sejenak (mungkin). Untuk pekerja, satu jam lembur itu (mungkin) seharga uang makan keluarganya satu minggu. Untuk murid yang mau ujian, satu jam itu berarti kesempatan mengulang pelajaran atau kesempatan mengistirahatkan otak setelah digunakan untuk belajar dengan sistem kebut semalam.
Waktu. Tiap orang punya definisi berbeda soal waktu. Kamu?

~perpustakaan, kala senja menanti kepulangan…
#lifetodo