“Ide Mah Datengin!”

Sejak menulis menjadi semacam kebutuhan *songong*, kehilangan ide adalah masalah besar bagi saya. Masalah banget, sampai-sampai kudu nongkrong dimana dulu demi mendapatkan ide menulis *halah*. Lebay memang, tetapi masalah ide menulis yang gak datang-datang memang jadi masalah bagi banyak penulis. Saya memang bukan penulis, Cuma penulis blog yang keseringan blognya jadi tempat sampah. Haha. Bukannya bangga menuliskan hal-hal sampah, tapi nulis itu emang jadi terapi untuk segala macam stres yang ada.

Kalau orang lain pada sibuk sama urusan masing-masing dan belum menemukan orang serta sikon yang tepat untuk bercerita, maka blog, tumblr, notes di fb akan jadi sasaran. Walau pun memang tidak akan berani untuk menyatakan segala apa yang ada secara frontal nan lugas. Saya tetap menjaga privasi diri sendiri dan perasaan orang lain. Makanya sejak SMA sudah insyaf dan tobat, untuk tidak pasang status atau menulis macam-macam yang meresahkan banyak orang yang membacanya.

Balik ke soal ide, banyak dari kita yang mengatakan bahwa “Ilham belum datang nih, dia kemana sih?” atau “Lagi gak ada ide”. Maka orang paling absurd yang pernah temui dalam hidup *gak tau deh*, bilang pagi ini, bahwa “Ide mah datengin!” pake tanda seru (!) pula. Emang orang paling gak biasa.

Setelah dipikirkan dengan matang, memang kalau lagi gak ada, ya carilah ide. Jangan diem aja nunggu di pojokan, garuk-garuk tanah, dengan mata menerawang. Serem gak sih? Kaya film horor aja. Haha…

Ide mah datengin. Kalau si ide lagi main ke tetangga, panggillah dia pulang. Kalau si ide lagi masak di dapur, panggillah dia untuk datang. Kalau si ide lagi pacaran, marahin aja. Masih di bawah umur udah pacaran. Atau gak kasih bukunya Felix Siauw yang judulnya #Udah Putusin Aja *bantuin promo*.

Saya jadi terbuka pikirannya, padahal hanya dengan perbincangan singkat lewat jejaring sosial. Iya yah, ide mah datengin. Usaha dong. Caranya banyak kok, bisa dengan ngobrol sama orang. Orang paling waras atau orang paling absurd, tapi jangan orang gila ya. Bisa sih, orang gila jadi bahan tulisan. Macam penelitian sosial dengan topik Pengaruh Kehidupan yang Makin Kejam terhadap Tingkat Kewarasan warga XXX. Jadi bisa buat bahan referensi orang-orang jaman sekarang dalam menghadapi kehidupan yang makin kejam, agar tidak gila.

Di dalam kitab sepanjang massa yang keasliannya terjamin oleh Allah  Al Qur’an, Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka (ar-Ra’d : 11). Makanya, kalau mau punya ide menulis, carilah ide itu. Sering-sering baca buku, sering-sering searching soal topik yang mau ditulis. Sering-sering diskusi sama teman, siapa banyak ide bagus untuk menulis dan menggerakkan orang.

Teman saya yang absurd itu, yang namanya sebaiknya tidak usah disebutkan, mengatakan bahwa dia dan temannya (temannya gak absurd) melakukan perjalanan 3 hari ke salah satu pulau di gugus kepulauan Seribu, karena membaca salah satu tulisan di blog orang. Padahal kalau kata teman saya yang absurd ini, belum tentu juga yang nulis udah pernah datang ke sana. Tetapi karena tulisan saja, dari blog pula, yang notabene bukan tulisan ilmiah, bisa menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Untuk melakukan perjalanan jauh selama tujuh jam ke arah utara pulau Jawa. Yang mana sedikit perjalanan sampai di Lampung dan Bangka Belitung.
Karena tulisan sederhana, bisa menggerakkan banyak orang. Saya ingin sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang yang memproduksi tulisan seperti itu. Yang tulisannya dijadikan referensi banyak orang, menyerukan sesuatu yang memang harus diserukan. Kebaikan. Makanya dari sekarang harus latihan nulis setiap hari, mencari ide yang bagus, bukan hanya sekedar curahan hati yang semoga gak galau-galau mulu (kecuali galau akademik).

~Selamat siang dari tempat ternyaman di kampus, kampus Dramaga. Selamat beraktivitas, jangan lupa makan makanan yang bergizi,seimbang, beragam dan aman~

#lifetodo

Cie cie

Pernah gak sih jaman SD, SMP atau SMA main cie-ciean? Emang Cie-ciean termasuk permainan? Entah sih, tapi yang awalnya cuma iseng belaka, bisa jadi malah beneran dicie-in. Nah lho? Kenapa coba?

Dua orang yang termasuk korban cie biasanya merupakan orang yang sering barengan dalam suatu kegiatan, entah piket bareng, duduk sebangku, rumahnya deketan jadi tiap hari berangkat ke sekolah barengan, punya hobi yang sama dan lain-lain yang ada aja alasan untuk masuk list korban cie-cie. Dan percaya gak sih, kebanyakan dari korban cie-cie itu akhirnya beneran merasakan apa yang dicie-ciein sama teman-temannya.

Kalau menurut saya kegiatan bernama “Cie-cie” itu menyulitkan banyak pihak. Ya iyalah, yang awalnya gak punya perasaan apa-apa, karena dicie-ciein secara konsisten selama 3 minggu misalnya (kebanyakan orang dicie-ciein selama satu semester), mau gak mau kalau ketemu orang yang dicengcengin (dicie-cien) dengan kita, maka bakalan salah tingkah. Atau gak, yang awalnya cuek, lama-lama jadi gak betah. Gak enaklah, gak suka atau perasaan lainnya. Dan biasanya jenis perasaan yang menjengkelkan itu sering sekali muncul karena “cie-cie” persisten yang dilakukan orang lain.

Mau gak mau, kepikiran. Dicengcengin karena masalah sederhana, misal hari ini pakai baju dengan warna yang sama. Atau (secara kebetulan) makan makanan yang sama. Dan banyak sekali alasan lain yang bisa banget dibikin alasan untuk cie-cie sama teman-teman kita.

Kata orang, cinta itu gak harus selalu about first sight. Tapi kebanyakan karena “terbiasa”. Alah bisa karena biasa. Bisa kepikiran karena kebiasaan digodain. Wajah bisa memerah malu karena keseringan diceng-cengin. Bisa beneran suka juga karena semua kebiasaan yang sudah disebutkan sebelumnya.

Jujur deh, pasti dikit orang yang bisa biasa aja alias gak ngerasa apa-apa setelah diceng-cengin secara persisten sekian lama. Atau bahkan mungkin ada dari kalian atau kita yang kangen kalau udah gak diceng-cengin lagi. Menjadi punya perasaan “itu” setelah lama tidak dicie-ciein oleh teman-teman kita. Rindu dengan hal yang biasa. Rutinitas kadang-kadang bisa menjebak, kan? Menjebak dalam siklus kebiasaan yang melenakan.

Sebenarnya orang yang suka cie-cie itu sekumpulan orang jahat, menurut saya. Kenapa gitu? Kan orang yang cie-cie gak nyolong duit, gak ngerampok bank, gak maling, gak ngebunuh atau gak menipu. Kenapa dibilang sekumpulan orang jahat?

Memangnya kalau kalian sedang asyik cie-ciein teman kalian, kalian bakalan realize apa dampak berkepanjangan bagi orang yang kita cie-ciein. Peluangnya sih sama, 50:50, untuk seseorang mau merasakan atau tidak merasakan apa yang sudah dibahas sebelumnya. Intinya, perasaan suka. Untuk orang yang blank macam Song Ji Hyo (member Running man), mungkin cie-cie gak akan punya efek sama sekali. Mau dicie-ciein sepanjang episode sama Kang Gary yang mimik flatnya gak nahan (pengen ketawa mulu liatnya), tetep aja dia gak ngerasa apa-apa. Mau ada Song Joong Ki yang udah praktekkin gaya titanic (fly), tetep aja dia lempeng.

Beda sama perempuan yang kebanyakan menggunakan perasaan. Maka apa yang diingat dan dirasakan juga melibatkan perasaan. Kita gak pernah tahu kan, kalau misal si A yang kita ceng-cengin sama si B akhirnya suka beneran. Kita gak pernah sadar kan kalau misalnya mereka akhirnya jadi dekat, lalu beranjak ke tahapan lebih lanjut. Memang kita sadar kalau itu semua akibat dan kontribusi cie-cie kita yang persisten sekian lama?

Atau kemungkinan lainnya, si A dan si B yang kita ceng-cengin akhirnya malah saling menjauh. Padahal awalnya mereka partner banget. Orang yang cocok banget kalau kerja kelompok bareng, atau tim debat paling keren se-kabupaten. Atau orang yang terbiasa saling menolong. Bisa aja kan, karena cie-cie yang persisten itu, persahabatan mereka malah menjadi buruk. Yah, walau pun kemungkinan ini rasanya jarang sekali terjadi, akhir-akhir ini.

Kalau menurut saya, cara terbaik mengatasi wabah “Cie-cie” adalah dengan komunikasi. Kalau memang tidak suka, takut ke depannya menjadi suka karena diceng-cengin itu, atau alasan lain seperti tidak ingin merusak suasana, datangilah rombongan Cie-cie tersebut. Katakan pada orang paling waras di rombongan itu, atau orang yang paling berpengaruh (yang semoga saja dia juga waras). Katakan padanya alasan kita, disertai alasan logis. Semoga dia mau memahami dan mengerti serta menghentikan praktik Cie-cie yang dikhawatirkan menyesatkan hati *halah*.

Selama kita tegas dan memang sungguh-sungguh menjaga perasaan sendiri dan orang yang senasib, insyaAllah ada jalan. Kalau memang belum berhasil, jalan lainnya adalah dengan benar-benar tidak pakai perasaan. Ketika rombongan Cie-cie datang dengan segala amunisinya, maka siapkan pula perisai yang kokoh. Yang tidak akan mudah patah atau rusak saat mereka menyerang dengan serangan paling kokoh. Ketika mereka melancarkan serangan Cie-cie, jawab saja dengan canda tawa serupa. Atau secara cerdas perlahan alihkan dengan topik lain. Intinya jangan pakai perasaan dan jangan dimasukkan ke dalam hati.

Lebay? Kalau menurut saya sih tidak. Hanya berusaha menjaga saja, apa-apa yang memang harusnya dijaga. Sulit? Ya, untuk tidak melibatkan perasaan ketika dicie-ciein oleh teman juga untuk menghindari praktik cie-cie. Sekarang saja saya masih suka iseng “Cie-cie” ke teman sekelas atau adik kelas. Bahkan kakak kelas. Sadar kok dampaknya dan kemungkinan jangka panjangnya, kemungkinan cie-cie saya yang niatnya Cuma iseng turut berkontribusi pada hal-hal yang tidak diinginkan. mungkin harus lebih banyak mengingatkan diri sendiri lagi, untuk mengurangi keisengan yang tidak penting. Lebih baik keisengan yang bermanfaat, macam iseng ngerjain proposal penelitian. Iseng baca buku, iseng meneliti kebiasaan makan orang, iseng ikutan PKM atau LKTI, iseng menulis cerpen, iseng memperbaiki perabotan yang rusak dsb dkk dll.

~Selamat subuh dari Dramaga yang masih sunyi (4.44 WIB)~
#lifetodo

Permak, minta dipermak beneran…

Permak, kali ini maksudnya bukan permak dibenerin atau didandanin atau bagaimana. Tapi sedikit banyak memang nyenggol-nyenggol istilah itulah. Permak itu singkatan dari percobaan makanan, mata kuliah yang sedang saya ambil di semester tujuh ini. Huooo…

Mata kuliah di semester tujuh ini beneran subhanallah, most of them. Kalau permak itu cowok, kelihatan dari jauh si cool, easy going dan menyenangkan. Tapi kalau dilihat lebih dekat dan udah mulai menyelami, tidak seperti persepsi awalnya. Mau dibilang rumit juga gak, mau dibilang simpel juga gak. Ya begitulah.

Penuh tantangan dan penuh perjuangan, begitu komentar saya untuk hampir semua mata kuliah yang ada di semester ini. Walau pun kata udah tingkat akhir, udah mulai nyusun proposal, bahkan ada teman ada yang udah mulai penelitian *kalau gak salah*, kami masih kuliah 16 SKS untuk mata kuliah mayor. Kalau melirik ke departemen tetangga yang notabene masih satu ayah dan ibu, betapa nelangsanya kami. Mereka yang hanya kuliah senin-selasa dan dengan jumlah SKS dibawah 10.

But, no offense lah ya. Setiap orang udah punya jalan dan rezeki masing-masing. Syukuri saja. Alhamdulillah. Kalau dingat, banyak sekali yang harus disyukuri akhir-akhir ini. Bukan, bukannya berbahagia atas apa yang sudah terjadi. Tetapi berusaha berlapang dada dan berbesar hati belajar dari banyak kejadian yang menyenangkan dan yang tidak. Sampai kabar yang membuat panik satu keluarga atas kabar yang dilebih-lebihkan. Ah, kapan sih kabar dibuat dengan apa adanya? Yang jujur, tanpa pretensi. Bukannya bahasa yang digunakan lugas, ya? Harusnya juga bermakna lugas dan jujur.

Kembali ke topik permak, setelah satu paragraf OOT. Permak yang kelompok saya dapat adalah untuk golongan dengan kebutuhan khusus, dan kami memilih untuk membuat inovasi makanan untuk anak autis. Yang mana tidak boleh mengandung gluten, kasein, bahan pengawet, bahan tambahan seperti MSG dan juga tanpa fenol. Hua…tantangan banget. Kalau orang seperti saya yang doyan makan apa aja kecuali durian dan turunannya, makanan manis yang enak sih udah pasti martabak keju yang mana bahannya pasti pakai tepung terigu, yang ditaburin keju banyak dan susu kental manis sampai meler-meler *ah, jadi laper*.

Makanan yang dibuat di permak ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik anak autis. Kata si mbah (partner in crime jaman TPB yang subhanallah bisa ngasih saran yang cerdas based on his experience), kalau bisa makanannya dipacking dengan packaging yang mudah dipegang sama anak autis. Tahu minuman dalam kemasan yang ada tutup botol ulirnya? yang bentuknya persegi panjang tapi bukan balok? Ya itulah yang dimaksudkan oleh si mbah. Tapi PRnya adalah gimana cara ngemasnya? Lagian packaging yang mau dipakai sepertinya lebih mahal daripada isinya -_-

Setelah dipikir-pikir, nampaknya membuat formulasi untuk makanan ini membutuhkan waktu satu semester. Dan pantesan aja banyak skripsi tentang formulasi makanan inovasi. Karena permak itu semester tujuh masbro. Masih hangat dalam ingatan kita. Dan juga penuh tantangan. Bagaimana caranya membuat makanan yang bergizi, bisa mengatasi masalah gizi dan enak plus diterima oleh golongan yang menjadi sasaran. Itu PR besarnya.

~selamat senja hari yang mendung dari Sekretariat BEM FEMA, kampus IPB Dramaga~

#lifetodo

Kisah Si Dinding #2

Kisah Si Dinding (part II)
Aku si dinding putih di kamar pojok, kamar yang jauh sekali dari keramaian di dinihari karena semua penghuni kosan ini tergelindingkan dalam mimpi masing-masing. Kecuali beberapa orang yang menderita tak dapat terlelap di malam hari dan malam terbuai kantuk di siang hari. Menderita sekali bukan untuk menjadi tidak produktif.
Penghuni kamar pojok ini seseorang yang menurutnya biasa saja, dan malam ini dia sedang menderita. Insomnia menemaninya hingga senja bangun dari mimpinya. Bahkan yang seharusnya terlelap pun harus menderita, dengan mata yang sulit sekali diajak terpejam, harus menatap layar yang menyala dari pagi dan menyenandungkan lagu-lagu, sesekali bacaan merdu sebelum adzan memanggil. Insomnia yang kesekian di bulan ini. Dan bulan yang kesekian di tahun ini. Tahun yang kesekian dalam dua puluh tahun hidupnya.
Penderitaan apakah yang dia miliki, aku penasaran dibuatnya. Tapi menatap wajahnya yang semakin sendu hari ke hari, sepertinya bilangan masalahnya tidak akan cukup hanya dengan menghitung ruas jari. Mungkin juga masalahnya biasa, tapi bisa jadi tidak biasa.
Aku perhatikan dari hari ke hari, layarnya sering sekali memperlihatkan halaman akun seseorang yang sama dari waktu ke waktu. Aku penasaran, makin. Mencoba menyelidikinya dan berusaha membuat kesimpulan awal bahwa seseorang ini sedang diserang perasaan menyenangkan yang menyulitkan. Kata orang jatuh cinta. Oo…jadi ini yang membuat kantung matanya menebal, yang membuat wajahnya semakin sendu dan kadang ada saat dimana air mata mengalir dari sudut-sudut matanya. Aku yakinkan saat itu dia sedang tidak menonton film sedih atau membaca buku. Aku yakin saat itu dia sedang memandang halaman yang sama, di layar berukuran sekian inci itu.
Siang ini dia kembali. Dengan raut yang berbeda, setelah perjalanan panjang yang pastinya melelahkan. Raut yang entah kenapa begitu bahagia, membuatnya bersenandung kecil. Menyalakan energi besar untuk membersihkan kamar yang seperti habis kena badai. Dan energi itu hebatnya bisa bertahan seminggu, menghapus malam-malam terjaga, menggantinya dengan tidur lelap dengan raut tenang. Mengikis perlahan kantung mata yang menghitam.
Rasa-rasanya ada aura gelap yang membayang. Kesenduan seseorang yang begitu kuat. Aku takut. Dan ketakutan itu benar terjadi. Sepulangnya dari bepergian, kesenduan itu kembali. Bahkan dengan energi yang lebih besar. Tidak perlu menunggu lama untuk melihat dua aliran sungai menganak di wajahnya. Sungguh mengiris hati mendengar senandungnya berganti dengan segukan tertahan. Kalau aku ini bukan si dinding, ingin rasanya aku pergi dari ruangan ini. Kalau ini bukan si dinding, ingin rasanya aku membelai lembut punggungnya, menghadirkan perasaan nyaman. Kalau aku bukan si dinding, ingin rasanya aku bernyanyi untuknya, mengusir segala kesenduan yang kembali membayang. Bahkan kali ini dengan energi yang lebih besar.
Ia ada dalam kondisi itu cukup lama, kemudian terlelap begitu saja. Melupakan segalanya menuju kematian sementara, mungkin obat terbaik untuk segala kesedihan. Tapi bisa jadi malah menumpuknya untuk kemudian meledak di waktu yang lain.

Seseorang itu terbangun. Kemudian keluar lalu masuk lagi. Membuka buku berwarna biru laut kemudian tenggelam di dalamnya. Setengah jam dia ada di posisi yang sama, kemudian tertidur lagi. Aku mengintip catatan di sana, di buku biru laut yang masih terbuka.

“Aku tau, tidak sepantasnya harapan ini terbang setinggi langit dan terlalu lama bersinar di angkasa. Aku tau, tau sekali. Aku paham, paham sekali. Bahwa harapan harusnya hanya dimiliki oleh orang-orang yang berhak, oleh orang-orang yang memang berusaha mengejar harapan dan mimpi mereka. Aku sadar bahwa mencintaimu itu seperti menunggu hati yang sudah pasti patah. Patah setelah sekian tahun berharap…”

#lifetodo

Random #1

Assalamualaikum
Alohaaaa….di tempat kalian sudah terbit matahari apa belum? *berasanya ada orang dari luar negeri yang bakal baca aja. Haha…percaya dirilah :D*
Di Bogor, khususnya Dramaga masih pukul 4.09 WIB, masih dingin, di musholla udah kedengaran murattal. Enak banget ngedengerinnya jam segini, ketika baru sepersekian orang yang tersadar dari mimpi-mimpi atau selesai dengan urusan malam minggunya. Kalau ada teman sekelas saya sekarang, mungkin bakal ada yang komen, “Jomblo ya?”. Bukan, saya single dan saya bahagia. Alhamdulillah.

Kenapa judul postingan ini random? Karena dari kemarin saya sedang memaksa diri saya menulis, melanjutkan sisa-sisa pertempuran yang entah ini masih jelas apa tidak, toh saya menulis karena memang menjadi kebutuhan. Tapi yang bikin bingung itu, kebutuhannya gak jelas. Samar-samar. Seperti orang yang udah jauh-jauh ke pasar tapi lupa catatan. Lupa tadi disuruh beli sayur apa saja sama Bunda *tepok jidat*. So, sambil menunggu ilham (bukan nama orang) untuk menulis datang, mari kita senam jari saja. Sambil menikmati suasana subuh yang subhanallah menyenangkan ini.

Random, kalau gak salah itu salah satu nama proyek menulis yang diusung oleh klub menulis dari IPB, namanya NBC (Nulis Buku Club) *semoga gak salah*. Isinya kumpulan cerpen dari mahasiswa IPB yang punya tulisan kemudian dibukukan, dan sekarang udah sampai proyek season dua (atau udah ada yang ketiga?). Sampai sekarang belum kesampaian tuh buat baca buku Random 1.

Random, adalah saat kalian jalan kemudian bingung menentukan arah. Terjadi komplikasi hati (tapi bukan komplikasi seperti hepatitis atau sirosis ya). Random adalah seperti yang saat ini saya rasakan, bingung banget mau nulis apa. Pengennya sesuatu yang memang dari hati *elaah*, sesuatu yang bisa lancar dituliskan. Mungkin ini efek kurang baca buku akhir-akhir ini #sigh #astaghfirullah

Katanya adalah hal biasa kalau orang yang biasa menulis tetiba kehilangan ide untuk menulis *kayanya gak biasa deh*. Tapi tetep kudu menulis, mau bagaimana pun udah komitmen sama diri sendiri kalau blog ini ke depannya bakalan penuh sama tulisan riana. Dan semoga banyak yang berkualitas. Amin

Hari ini bakal banyak banget acara di IPB. Menurut informan saya yang anak BEM, hari ini bakal ada 16 kegiatan di IPB dari LK atau institusi berbeda. Ada JAPAS (Jalan Pagi Sehat), ada final IAC (IPB Art Contest), ada field trip departemen, ada NF (Nutrition Fair) yang notabene acara departemen sendiri dan kudu wajib datang sekalipun bukan panitia (kata si om, pemain nomor dua belas itu penonton. Kalau seminar, bagian terpenting itu pesertanya). Ada juga acara dari beberapa fakultas. Kalau untuk saya, hari ini ada 17 acara, tapi hanya 3 yang akan diikuti : Seminar NF, IAC (bakalan bolak-balik dua acara ini nampaknya) dan terakhir ada seminar astronomi di planetarium. Waw banget kan? Nampaknya hari ini bakalan seru parah dan semoga produktif. Asal nyampe planetarium ntar sore gak tepar aja ya *amin*.

Kenapa bisa ada belasan acara dalam satu hari dan kenapa itu kudu akhir september? Kalau boleh dianalisis, mungkin penyebabnya adalah ini udah di akhir masa kepengurusan LK/LS, walau pun baru masuk semester ganjil. Panitia pemilihan raya (untuk pemilihan presiden mahasiswa aja udah kebentuk, berarti udah tanda-tanda dong). Penyebab lain yang mungkin adalah masalah dana. Gak bisa komen deh kalau masalah ginian. Atau gak memang sudah rencana Allah, kalau hari ini di IPB bakalan ada belasan acara yang dilaksanakan dengan bersamaan. Bagus deh, jadi rame. Tapi ya itu, rebutan masa nampaknya.

Selamat subuh, selamat berkontribusi di hari Minggu. Selamat tingkat akhir untuk angkatan 2010. Semoga sukses dan sehat selalu menyertai 😀 (Amin ya Allah)

#lifetodo

Denial

Udah lama banget kayanya gak nulis di sini, entah sejak kapan. Mungkin postingan terakhir waktu masih di Tegal untuk KKP. Dan sebenarnya inget buat ngeposting, tetep aja belum ada mood yang pas. Gini nih kalau nulis jadi moody, gak bener. Kan harusnya nulis itu rutin, mau mood mau gak mood tetep kudu nulis, kan? *menasehati diri sendiri*

Denial, ini topik yang hot (halah) untuk saya dan partner in crime saya. Kemarin akhirnya ketemu tuh orang setelah lamaaa sekali (dua bulan) tidak bertemu dan beneran ngobrol panjang lebar. Sekitar 3 jam dan bikin saya banyak istighfar, gegara ketawa mulu sepanjang cerita.

Denial, topik yang udah basi, mungkin. Tapi buat beberapa orang yang sering mengalami, menjalankan dan sedang merasakannya, ini topik benar-benar bikin #speechless. Haha…

Denial, buat kalian yang suka sama seseorang tapi berusaha menghindari kenyataan bahwa kalian sama suka sama orang itu. Buat kalian yang ditolak sama sesuatu (universitas, sekolah, calon pacar atau perusahaan) dan masih kepikiran untuk stay di tempat atau pun kondisi itu tapi selalu bilang ke orang-orang bahwa kalian fine-fine aja.

Denial, semacam penghindaran diri sendiri terhadap kenyataan yang beneran nyata ada di harapan anda, semacam pecundang, mungkin. Denial, ketika lu gak mau ngakuin apa yang sedang terjadi pada lu (bahasa gampangnya mah).
Denial, denial, dan denial. Kalau kita kurang kerjaan dan emang lagi butuh kerjaan, silakan hitung berapa kali dalam hidup anda, anda menghindari kenyataan. Mungkin kalau lebih dari jumlah jari di tangan anda, mari sama-sama kita katakan bahwa itu masa lalu dan mari berjalan ke depan. Belajar visioner.

Denial, semakin dihindari, semakin diacuhkan malah semakin melekat, semakin ingat, semakin jelas terlihat di memori. Miris gak sih? Semacam menghindari hujan di hari berhujan deras (maaf ya bahasanya kacau, udah lama gak nulis :D).

Denial saya yang pertama (mungkin) adalah kenyataan bahwa saya masih stay dengan astronomi. Beberapa teman akhir-akhir ini bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti dulu-dulu, “Kenapa sih lu gak kuliah di astronomi aja?”. Dan kalau dulu jawaban saya, “Ya gitu deh, gak diterima…”. Sekarang jawaban saya sama. Nah lho? Simple, bedanya sekarang udah bisa ngejawab tanpa beban apa-apa, tanpa kesedihan apa-apa, tanpa penyesalan apa-apa lagi. Udah lewat.

Saya dan partner in crime saya setuju bahwa kalian hanya butuh melewati proses untuk merasakan apa yang kami rasakan. Sama-sama ditolak suatu universitas kece di Bandung, sebut saja inisialnya ITB (halah). Dia ditolak FSRD, saya ditolak FMIPA, dan satu orang lagi ditolak FTSL. Sedih? Dulunya iya, sekarang gak lagi. Memerlukan waktu lama untuk mengikhlaskan penolakan itu.

(Bukan) Denial, kemarin waktu mengajak teman saya itu untuk ikutan seminar astronomi di Planetarium minggu ini, dia mengatakan suatu hal yang tidak perlu saya sesali lagi. Alhamdulillah. Dia bilang, “Lu belum ikhlas tuh? Udah tingkat 4 juga, ikhlas dong. Kaya gue…”. Dan saya hanya tertawa. Bukan, ini bukan denial.

Astronomi buat seorang saya itu seperti orang yang pernah disukai sedemikian rupa, sehingga ketika orangnya menjauh butuh waktu sampai tingkat 3 untuk mengikhlaskannya pergi. Butuh Gizi masyarakat yang mengisi lubang di hati karena ditinggal astronomi. Butuh perhatian gizi masyarakat dan segala tugas yang mengalihkan dunia saya untuk berpaling perlahan tapi pasti, menyukai dan menikmati gizi masyarakat.

Sekali lagi, suka sama gizi masyarakat tidak akan pernah sama seperti suka dengan astronomi yang jatuh cintanya udah dari jaman SMA. Cinta lama bertepuk sebelah tangan.Kalau gizi masyarkat itu kaya pepatah jawa :”Witing tresno jalaran soko kulino” artinya cinta ada karena sering bersama. Gimana gak, sekarang udah 5 semester (minus TPB), saya bergaul dengan gizi masyarakat. Tiap hari yang diobrolin gizi, tiap hari yang dipikirin gizi (tugas, laporan), tiap makan ingat gizi (ingat laporan belum kelar), tiap mau tidur ingat gizi (pas musim ujian, hapalan sampai mau tidur) dan lain-lainnya kebersamaan dengan gizi. Bagaimana saya tidak teralihkan (halah).

Cara terbaik mengatasi denial adalah menghadapinya, jangan menghindarinya. Mungkin kamu cuma butuh waktu. Mungkin kamu cuma perlu menangis sedikit lebih lama, bersedih sedikit lama (jangan sampai putus asa ya. Innallaha ma’ana :D). Mungkin kamu perlu pundak yang lebih kuat, makanya Dia ngasih kamu berbagai macam denial, juga supaya kamu lebih jujur sama diri kamu. Sering gak sih, kita mendenial-kan banyak hal? Padahal Allah lebih tau apa maksud denial kamu itu. Hadapi. Kesakitan itu membuat orang banyak belajar menghargai rasa nyaman. Sok bijak banget ya saya, padahal sekarang juga masih banyak denial yang menumpuk (gak papa. supaya hati saya kuat).

Selamat pagi Darmaga. Semoga hari ini berkah ya 😀

#lifetodo